Pages

Jumat, 25 November 2011

Analisis Faktor Penyebab Krisis Ekonomi

Analisis Faktor Penyebab Krisis Ekonomi

Krisis Ekonomi 1997 memporak-porandakan perekonomian global. Tidak memandang perekonomian negara berkembang ataupun negara maju. Walaupun krisis ini lebih populer dikenal dengan sebutan "KRISIS ASIA", tetapi tidak hanya negara Asia saja yang terkena dampaknya. Semua terkena dampak dari krisis ini.Yang pada akhinya berdampak pada menurunnya kualitas kesejahteraan tiap warga negara. Ini disebabkan sektor moneter tidak pernah, dan tidak akan pernah, lepas kaitan dengan sektor riil. Karena, bagaimanapun, keberadaan sektor moneter dengan segala kebijakan dan berbagai lembaga keuangan yang menopangnya tidak bisa berdiri sendiri. Sehebat dan secanggih apapun sektor ini, pada dasarnya merupakan fasilitator bagi sektor real. Selanjutnya,kita akan melakukan analisis tentang dampak krisis ekonomi bagi Indonesia.
Penyebab krisis ekonomi menurut identifikasi para pakar :
1.      Fenomena productivity gap (kesenjangan produktifitas) yang erat berkaitan dengan lemahnya alokasi aset ataupun faktor-faktor produksi.
2.      Fenomena diequilibrium trap (jebakan ketidak seimbangan) yang berkaitan dengan ketidakseimbanagan struktur antarsektor produksi.
3.      Fenomena loan addiction ( ketergantungan pada hutang luar negeri) yang berhubungan dengan perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing (foreign currency).
Dampak krisis ekonomi bagi indonesia
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia banyak meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut — level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden.
Pelajaran berharga yang bisa ditarik dari krisis ekonomi
1.      Perlu pembenahan manajemen pembangunan dan pemerintahan.Bagaimana mungkin, misalnya, kerapuhan struktur pembayaran Indonesia hanya difokuskan pada satu sisi permasalahan yaitu dengan dibentuknya Tim Peningkatan Ekspor.Sepatutnya, pemerintah meninjau permasalahannya lebih dalam lagi,yaitu pada sisi produksi dan distribusi.
2.      Reformasi sistem pengambilan keputusan.Kalau pemerintah hendak melakukan campur tangan, efektivitasnya sangat ditentukan oleh timing yang tepat dan magnitut yang memadai.
3.      Diperlukan pengembangan kelembagaan yang menopang peningkatan dinamika perekonomian yang semakin sehat sehingga bisa menekan biaya transaksi (transaction cost).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar